Tanamonews.com, Pesisir Selatan - Program pelayanan berobat gratis bagi masyarakat miskin melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), mendapat sorotan dari berbagai elemen masyarakat di daerah itu.
Pasalnya program pemerintah daerah yang dikenal dengan BPJS Pasisia Rancak dengan sasaran masyarakat tidak mampu itu, diantaranya sudah di off kan atau tidak diaktifkan oleh BPJS dengan asumsi 6 bulan tidak menggunakan di usia produktif. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pessel, Dani Sopian, ketika dihubungi Senin (14/10) sangat menyayangkan kebijakan Pemkab Pessel yang menonaktifkan kartu BPJS bagi masyarakat miskin tersebut.
"Sebab dengan dinonaktifkan itu, akan menjadi beban bagi masyarakat bila akan menggunakan lagi untuk berobat ke rumah sakit. Karena tunggakan BPJS yang berlalu itu dibebankan secara mandiri," kata Dani. Dia mengakui sudah beberapa kali mendapat laporan dari masyarakat miskin pemegang kartu BPJS gratis yang didanai oleh daerah kartunya tidak aktif lagi karena sudah diputuskan pembayaran.
"Karena tidak ada solusi lagi selain hanya bergantung kepada BPJS, sehingga dengan sangat terpaksa harus mengaktifkan kembali kartu BPJS tersebut secara mandiri. Lebih miris lagi, ternyata tunggakan yang harus dilunasi ada yang sudah 24 bulan dengan Rp 35 ribu per bulan. Ini jelas sangat memberatkan bagi masyarakat miskin," ungkapnya. Disampaikan Dani lagi bahwa masyarakat miskin yang terjebak tunggakan BPJS gratis Pasisia Rancak melalui kebijakan itu diperkirakan sudah mencapai ribuan, bahkan mungkin sudah puluhan ribu akibat 6 bulan tidak digunakan.
"Ini tidak bisa dibiarkan, dan harus diselesaikan oleh pemerintah daerah agak tunggakan BPJS gratis Pasisia Rancak ini tidak melukai hati masyarakat miskin di daerah ini. Untuk makan saja susah, sekarang ditambah lagi harus membayar tunggakan BPJS akibat di off kan ketika berobat ke rumah sakit," ujarnya. "Kalau kepesertaan sebagai menerima BPJS gratis itu akan menjadi jebakan hutang yang tanpa disadari oleh masyarakat miskin, sebaiknya tidak usah saja mereka didaftarkan sebagai peserta penerima BPJS gratis yang dikenal dengan BPJS Pasisia Rancak ini," ungkapnya.
Karena sudah terlanjur, maka kata Dani harus ada solusi agar beban tersebut tidak berkepanjangan bagi masyarakat miskin. "Saya juga sangat menyayangkan penjelasan Kepala Dinas Kesehatan Pessel, Agustina Rahmadani, pada berita terbitan sebelumnya yang menjelaskan bahwa untuk mengoptimalkan pengguna BPJS, maka prioritas penggunaan diutamakan kepada yang membutuhkan dengan asumsi 6 bulan tidak menggunakan di usia produktif. Kebijakan itu saya tegaskan sangat keliru," ungkapnya.
"Sebab kita tidak bisa memastikan kapan kita sakit. Karena tidak bisa memastikan, makanya perlu kita bekali masyarakat miskin ini dengan kartu BPJS gratis ini. Tujuannya agar ketika mereka sakit, jangan sampai bertambah miskin lagi karena beban tunggakan yang tidak mereka sangka-sangka itu," kata Dani lagi. Dia berharap kedepan jangan lagi ada kasus seperti yang dialami Sefya Ramadani, anak keluarga miskin penderita kanker payudara yang terlantar selama satu bulan sebagaimana diberitakan berbagai media tersebut.
Pemkab Pessel diminta bisa menyelesaikan tunggakan iuran kepesertaan BPJS yang ditanggung oleh APBD maupun yang sharing provinsi ini. "Sebab yang terjebak dengan tunggakan ini adalah masyarakat miskin," katanya. Ditambah lagi bahwa dia juga baru saja mendapatkan laporan dari salah seorang peserta BPJS yang didanai ABPD atas nama Latifah Anum di Nagari Lakitan Timur.
"Orang tua Latifa Anum juga terpaksa harus membayar tunggakan mandiri selama lima bulan dengan Rp 35.000 agar BPJS nya kembali aktif pada tanggal 8 Oktober 2024 lalu, supaya bisa berobat karena sakit yang dia alami. Saat ini masih ada sebanyak sebanyak 5 anggota keluarga lagi dalam kartu keluarga (KK) orang tuanya yang menunggu untuk kembali diaktifkan melalui pembiayaan APBD," jelasnya.
Disampaikannya bahwa pemutusan BPJS seperti itu bukan saja dialami Latifa Anum bersama orang tua dan tiga adiknya, tapi juga masih dalami oleh ratusan dan mungkin puluhan ribu masyarakat Pesisir Selatan. "Makannya ini harus dilakukan penyelesaiannya dengan duduk bersama agar masyarakat miskin peserta BPJS Pasisia Rancak yang di off kan ini, tidak sampai terjebak dengan tunggakan," jelasnya.
Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Kesehatan, Zaidina Umur, melalui Pejabat Fungsional Seleksi Rujukan dan Jaminan Kesehatan, Zaldi, pada Dinas Kesehatan Pessel, ketika dihubungi Senin (14/10) menjelaskan bahwa entitas kepesertaan JKKS per Oktober 2024 di Pesisir Selatan sebanyak 83.000 peserta "Itu adalah jumlah yang sudah aktif dan fix kepesertaannya. Insyaallah akan ada penambahan kepesertaan sekitar 3 ribu lagi di November 2024 nanti yang sumber iurannya dari APBD sharing provinsi," jelasnya.
Terkait berapa jumlah peserta BPJS yang sudah di off kan karena asumsi 6 bulan tidak menggunakan di usia produktif tersebut, dia tidak bisa menjelaskan. "Kita takut nanti salah menyampaikan datanya, nanti kita hitung dulu. Tidak sampai ribuan. Pastinya nanti kita WA kan saja berapa jumlahnya," jelas Zaldi singkat. (Bee)
0 Komentar