Tanamonews | Pemerintah memutuskan harga gas bumi diturunkan menjadi rata-rata US$ 6 per mmbtu di plant gate konsumen mulai 1 April 2020. Penurunan harga gas untuk industri tersebut tidak akan mengurangi besaran penerimaan kontraktor kontrak kerja sama migas (KKKS). Demikian hasil keputusan rapat terbatas melalui video conference yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo pada Rabu, (18/3).
"Rencana penurunan harga gas menjadi US$ 6 (per mmbtu) mengikuti Perpres Nomor 40 tahun 2016. Untuk bisa menyesuaikan harga US$ 6 per mmbtu tersebut, maka harga gas di hulu harus bisa diturunkan antara US$ 4-4,5 per mmbtu dan biaya transportasi dan distribusi bisa diturunkan antara US$ 1-1,5 per mmbtu," ungkap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif pasca Rapat terbatas tersebut.
Penurunan harga gas ini juga diterapkan untuk sektor kelistrikan dalam rangka menyediakan listrik yang terjangkau bagi masyarakat dan mendukung pertumbuhan industri. Penurunan harga gas untuk industri termasuk pupuk dan PLN, tidak menambah beban keuangan negara.
Dengan keputusan tersebut, Pemerintah mengakui akan terdapat pengurangan penerimaan di hulu migas. Namun demikian, ada tambahan pendapatan Pemerintah dari pajak dan deviden, penghematan subsidi listrik, pupuk dan kompensasi PLN, serta terdapat penghematan karena konversi pembangkit listrik dari diesel ke gas.
"Tentu saja konsekuensinya di bidang hulu gas, penerimaan Pemerintah bisa berkurang tapi ini bisa dikompensasi dengan pengurangan biaya subsidi dan (pengurangan) biaya kompensasi (PLN), dan kontribusi dari peningkatan pajak dan deviden. Juga terdapat penghematan dari konversi bahan bakar pembangkit listrik dari diesel ke gas," ungkap Menteri Arifin.
Penurunan pendapatan di sisi transportasi dan distribusi gas akan dikompensasi, antara lain dengan jaminan pasokan gas, tambahan pasokan gas, dan efisiensi perusahaan.
"Terkait dengan biaya transportasi gas, kami juga telah melakukan pembahasan dengan transporter gas utama, jadi investasi yang sudah 10-12 tahun beroperasi memiliki nilai depresiasi yang bisa dipertimbangkan, dan melakukan efisiensi di perusahaan sendiri dengan kontribusi yang signifikan.
Kami juga mengupayakan agar kebutuhan aliran gas (alokasi gas) untuk bisa memenuhi kapasitas pipa nya kita siapkan. Kami menghimbau agar transporter gas bisa membuka akses kepada supplier gas yang lain, supaya volume nya juga bisa dioptimalkan lebih banyak lagi," tambahnya.
Penurunan harga gas ini akan mendorong terciptanya multiplier effect dan pertumbuhan ekonomi, termasuk penciptaan lapangan kerja baru. Selain itu, meningkatkan daya saing industri untuk ekspor dan substitusi impor, serta menjaga keberlangsungan industri pupuk dalam rangka swasembada dan ketahanan pangan nasional.
Presiden Joko Widodo pada awal Ratas, Rabu (18/3), mengingatkan agar industri yang diberikan insentif penurunan harga gas harus betul-betul diverifikasi dan juga dievaluasi. Sehingga pemberian insentif penurunan gas akan memberikan dampak yang signifikan bagi ekonomi, memberikan nilai tambah bagi perekonomian negara.
"Industri yang diberi insentif harus mampu meningkatkan kapasitas produksinya, meningkatkan investasi barunya. Industri yang diberi insentif juga mampu meningkatkan efisiensi proses produksinya, sehingga produknya menjadi lebih kompetitif. Industri yang diberi insentif juga harus bisa meningkatkan penyerapan tenaga kerja," demikian kata Presiden sebagaimana dilansir website resmi Sekretariat Kabinet.
Untuk itu, lanjut Presiden, dirinya meminta agar dilakukan evaluasi dan monitoring secara berkala terhadap industri-industri yang diberikan insentif. "Harus ada disinsentif, harus ada punishment sehingga industri memiliki performance sesuai yang kita inginkan," tegasnya.
Penurunan harga gas industri menjadi sebesar US$ 6 per mmbtu diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. (1n*hms-sbr)
0 Komentar